Global Warming – Apa dan Mengapa
Oleh:
Yunus Adiantor
Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari
bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di
masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah
secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan
asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut?
Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain?
Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui
tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca,
yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca?
Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas rumah kaca’, adalah suatu efek,
dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek
rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah
untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar
30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi
ini.
Pada sekitar tahun 1820, bapak Fourier menemukan bahwa atmosfer itu
sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan
Bumi, tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa
dipantulkan keluar, radiasi merah-infra yang seharusnya terpantul terjebak,
dengan demikian maka atmosfer Bumi menjebak panas (prinsip rumah kaca).
Tiga puluh tahun kemudian, bapak Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas
yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan
molekul-molekul tersebut yang akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca, seperti
yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika
konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur
permukaan menjadi sangat signifikan.
Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan
semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan
membuat perhitungan yang lebih baik untuk menghubungkan konsentrasi gas rumah
kaca dan peningkatan Temperatur. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan
saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C.
Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut,
kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada
faktor-faktor seperti, sebut saja, perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang
berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara,
perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan,
atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti
yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, dengan atmosfer menyimpan
lebih banyak uap air, dan menyimpan lebih banyak panas, memperkuat pemanasan
dari perhitungan standar.
Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan
bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak
jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca
supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu
juta ekivalen CO2 – yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per
satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami
pemanasan sebesar 0,7°C.
Lalu, jika memang terjadi pemanasan, sebagaimana disebut; yang kemudian
dikenal sebagai pemanasan global, (atau dalam istilah populer bahasa Inggris,
kita sebut sebagai Global Warming): Apakah merupakan fenomena alam yang tidak
terhindarkan? Atau ada suatu sebab yang signfikan, sehingga menjadi ‘populer’
seperti sekarang ini? Apakah karena Al Gore dengan filmnya “An Inconvenient Truth” yang mempopulerkan global
warming? Tentunya tidak sesederhana itu.
Perlu kerja-sama internasional untuk bisa mengatakan bahwa memang
manusia-lah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Laporan
IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan
bahwa secara rata-rata global aktivitas manusia semenjak 1750 menyebabkan
adanya pemanasan. Perubahan kelimpahan gas rumah kaca dan aerosol akibat
radiasi Matahari dan keseluruhan permukaan Bumi mempengaruhi keseimbangan
energi sistem iklim. Dalam besaran yang dinyatakan sebagai Radiative
Forcing sebagai alat ukur apakah iklim global menjadi panas atau
dingin (warna merah menyatakan nilai positif atau menyebabkan menjadi lebih
hangat, dan biru kebalikannya), maka ditemukan bahwa akibat kegiatan
manusia-lah (antropogenik) yang menjadi pendorong utama terjadinya pemanasan
global (Gb.1).
Hasil perhitungan perkiraan agen
pendorong terjadinya pemanasan global dan mekanismenya (kolom satu),
berdasarkan pengaruh radiasi (Radiative Forcing), dalam satuan Watt/m^2, untuk
sumber antropogenik dan sumber yang lain, tanda merah dan nilai positif dari
kolom dua dan tiga berarti sumbangan pada pemanasan, sedangkan biru adalah efek
kebalikannya. Kolom empat menyatakan dampak pada skala geografi, sedangkan
kolom kelima menyatakan tingkat pemahaman ilmiah (Level of Scientific
Understanding), Sumber: Laporan IPCC, 2007.
Dari gambar terlihat bahwa karbon-dioksida adalah penyumbang utama gas
kaca. Dari masa pra-industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun
2005. Angka ini melebihi angka alamiah dari studi perubahan iklim dari masa
lalu (paleoklimatologi), dimana selama 650 ribu tahun hanya terjadi peningkatan
dari 180-300 ppm. Terutama dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat
peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun),
jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun),
kendati masih terdapat variasi tahun per tahun.
Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah
penggunaan bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah
(pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es).
Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per
milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada
tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu
tahun (320 – 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan
bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb – 319
ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah
manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut menjadi
penyumbang terbesar pada pemanasan global.
Kontribusi antropogenik pada aerosol (sulfat, karbon organik, karbon
hitam, nitrat and debu) memberikan efek mendinginkan, tetapi efeknya masih
tidak dominan dibanding terjadinya pemanasan, disamping ketidakpastian
perhitungan yang masih sangat besar. Demikian juga dengan perubahan ozon
troposper akibat proses kimia pembentukan ozon (nitrogen oksida, karbon
monoksida dan hidrokarbon) berkontribusi pada pemanasan global. Kemampuan
pemantulan cahaya Matahari (albedo), akibat perubahan permukaan Bumi dan
deposisi aerosol karbon hitam dari salju, mengakibatkan perubahan yang
bervariasi, dari pendinginan sampai pemanasan. Perubahan dari pancaran sinar
Matahari (solar irradiance) tidaklah memberi kontribusi yang besar pada
pemanasan global.
0 komentar:
Posting Komentar