MATEMATIKA
TRIGONOMETRI LANGIT
(Yunus Adiantor SL, S.Pd., M.Si – Astronomi)
Langit merupakan ruang luas yang terbentang di atas bumi. Sejak
zaman kuno, langit selalu memberikan pertanyaan pada kita, bagaimanakah
pergerakan dari bintang-bintang, planet-planet, matahari dan bulan? Karena
penasaran dengan pertanyaan ini, bangsa Yunani dan India mengembangkan metode
matematika dengan model geometri untuk mengetahui pergerakan benda-benda
langit, yang kemudian disebut sebagai matematika astronomi. Ternyata, mereka
menggunakan trigonometri untuk memecahkan pertanyaan besar ini sehingga
akhirnya orang-orang kuno ini mengetahui posisi suatu planet di waktu tertentu.
Selanjutnya, bangsa Babilonia
merupakan bangsa pertama yang mengamati pergerakan planet-planet (ada beberapa
planet yang bisa diamati dengan mata telanjang: Merkurius, Venus, Mars, Jupiter
dan Saturnus). Setelah mengamati selama bertahun-tahun, orang Babilonia
menyadari bahwa semua planet tampaknya bergerak melewati jalur yang sama. Jalur
ini disebut dengan ekliptika (ecliptic).
Pengertian ekliptika yang lebih akurat didefinisikan sebagai jalur yang tampak yang dilalui terus-menerus oleh
matahari atau planet-planet. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar dengan
contoh matahari.
Letak matahari sebenarnya ada di tengah lingkaran merah.Namun,
jika dilihat dari bumi, matahari terletak lebih jauh dan berada pada jalur
ekliptika yang bisa manusia lihat dari bumi.Planet-planet juga berputar mengelilingi
bumi di jalur ekliptika dan setiap planet memiliki waktu yang berbeda untuk
menyelesaikan satu putaran penuh. Misalnya, diperlukan waktu satu tahun untuk
Merkurius dan Venus menyelesaikan satu putaran, dan tiga puluh tahun untuk
Saturnus. Perhatikan gambar jalur ekliptika untuk contoh Jupiter.
Ketika planet melalui jalur
ekliptika, secara periodik planet tersebut akan melambat, berhenti dan berbalik
arah. Gerakan berbalik arah ini disebut gerakan mundur atau gerak retrograde. Gerakan ini pun tidak luput dari
pengamatan orang Babilonia kuno. Gerakan retrograde sangat
diperlukan untuk perhitungan nanti.
Sebuah model pergerakan planet
diusulkan oleh Apollonius, seorang ahli ilmu ukur Yunani, pada tiga abad
sebelum masehi. Pada model Apollonius, planet-planet bergerak secara seragam di
sekitar jalur epicycle, sementara pusat epicycle bergerak tidak beraturan di sekitar bumi
pada lingkaran yang lebih besar, yaitu deferent.
Ilustrasi perbandingan epicycle,
deferent, dan ekliptika.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu putaran penuh
mengelilingi lingkaran (revolusi) disebut periode. Terdapat dua periode pada
model Apollonius ini:
1.
Periode Sideris
Periode ketika pusat epicycle mengelilingi deferent, atau waktu yang diperlukan planet (yang tampak)
untuk kembali ke titik yang sama dari ekliptika.
2.
Periode sinodis
Periode ketika planet berevolusi terhadap epicycle, atau dapat diartikan sebagai waktu planet
tersebut kembali ke titik awalnya
Model ini memiliki tiga parameter,
yaitu r/R, T, dan S, dengan r adalah jari-jari epicycle, R jari-jari deferent, T periode sideris, dan S periode sinodis.
Dengan pengamatan yang cermat, bangsa Babilonia akhirnya
menemukan pendekatan revolusi dari periode sideris dan sinodis. Sebagai contoh,
mereka mengamati bahwa planet Mars menyelesaikan satu periode sideris nyaris
dua tahun, sedangkan untuk periode sinodis diselesaikan selama dua tahun lebih
sedikit. Data planet yang lengkap dapat diamati pada Tabel 1.
Selain mengamati periode
planet-planet, para astronom kuno juga mengobservasi jarak dan waktu planet
tersebut ketika mengalami gerakan retrograde. Hasilnya
ditunjukkan pada Tabel 2.
Sebelum kita dapat mencari posisi
suatu planet, kita harus mencari rasio r/R terlebih dahulu. Rasio ini mendefinisikan
panjang dari busur gerakan retrograde. Untuk
menghitung r/R menggunakan
Tabel 2, kita mulai pada saat epicycle, planet,
dan bumi berada pada garis lurus, dengan planet Pdi titik P0 pada epicycle, seperti
pada gambar berikut ini.
Pada gambar di atas, C0 adalah pusat epicycle saat
ini dan A0 adalah lokasi planet yang tampak pada ecliptic. Titik C merepresentasikan pusat epicycle yang baru, titik A juga merupakan lokasi
baru dari planet yang tampak. Jika r adalah sisi
CP dan R adalah sisi EC dari segitiga ECP, berarti kita
harus mengetahui setiap sudut di segitiga ECP untuk menemukan rasio EC/PC.
Sekarang kita akan menghitung nilai r/R dari Planet Mars. Dalam perhitungan tersebut
peran trigonometri tentu tidak terhindarkan.
Contoh: Planet Mars
Berdasarkan data pada Tabel 2, nilai
busur retrograde adalah (1/2) panjang = 8° (bernilai
setengahnya karena planet bergerak secara seragam pada epicycle) dan (1/2) waktu = 36 hari (bernilai
setengahnya karena pusat epicycle bergerak
secara seragam pada deferent).
Berdasarkan data pada Tabel 1, rata-rata periode sinodis planet
Mars adalah 0,462°/hari dan rata-rata periode sideris adalah 0,524°/hari.
Dengan demikian,
Sudut ECP = busur P0P = rata-rata periode sinodis× (1/2) waktu = 16,6°
Sudut C0EC = busur C0C = rata-rata periode sideris × (1/2) waktu = 18,9°
Sudut A0EP = busur A0A = (1/2) panjang = 8°
Sudut PEC = sudut C0EC + sudut A0EP = 18.9° + 8° =
26,9°
Sudut CPE = 180° – (sudut PEC + sudut
ECP) = 180° – (26,9° + 16,6°) = 136,5°
Dengan aturan sinus, r/R = CP/EC =
sin(PEC)/sin(CPE) = 0,66.
Untuk planet-planet yang lain, hasilnya dapat dilihat pada Tabel
3.
Setelah kita menemukan
parameter-parameter yang dibutuhkan, sekarang kita dapat mencari posisi dari
planet tersebut. Perhitungan posisi ini melibatkan segitiga CEP yang telah kita
hitung pada saat mencari r/R. Untuk lebih jelas, dapat dilihat modelnya seperti di
bawah ini.
Untuk mencari posisi planet pada
waktu T adalah dengan mengetahui panjang busur A0A kemudian dijumlahkan dengan sudut bujur saat T0 atau saat planet mengalami busur tengah A0O. Titik O adalah titik asal diukur saat waktu siang
sama dengan waktu malam di suatu belahan bumi (equinox). Untuk
mencari posisi planet saat T dibutuhkan
sudut PEC. Sekali lagi kita ambil planet Mars sebagai contoh.
Misalkanpergerakan planet Mars
terhadap busur retrograde telah diamati
dengan alat-alat astronomi, dan diketahui bahwa busur tengah terjadi pada bujur
40°. Dengan data ini, kita akan menghitung posisi planet Mars 250 hari kemudian
(untuk memudahkan dimisalkan R = 1 dan r = r/R).
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa rata-rata periode sinodis
planet Mars adalah 0,462°/hari dan rata-rata periode sideris adalah
0,524°/hari.
Posisi bujur saat T0 = 40° dan
waktu yang dibutuhkan dari T0 ke T adalah 250
hari.
Pada T,
busur C0C = rata-rata periode sideris × waktu yang
dibutuhkan = 0,524 × 250 = 131°
Busur P0P = rata-rata
periode sinodis × waktu yang dibutuhkan = 0,462 × 250 = 115,5°
Sudut ECP = busur P0P = 115,5°
EC = R =
1
CP = r =
0,66
Dengan menggunakan aturan cosinus, PE
= [EC2 + CP2 –
2(EC)(CP)(cos(ECP))]1/2= 1,416.
Dengan menggunakan aturan sinus,
sin(PEC) = [CP sin(ECP)]/PE = 0,421 sehingga
sudut PEC = arcsin(0,421) = 25o.
Busur A0A = busur C0C – sudut PEC = 131° – 25°= 106°
Bujur T =
bujur T0 + Busur A0A = 40° + 106° = 146°.
Dengan demikian, diketahui letak planet Mars 250 tahun kemudian
ada pada bujur 146°.
Silakan untuk planet yang lain dicoba sendiri, ya!
Sangat menarik,kan, aplikasi trigonometri di dunia astronomi ini.
Walaupun tidak terlalu akurat, tetapi model ini cukup menjawab pertanyaan
bangsa-bangsa kuno yang penasaran dengan langit. Semoga menjawab
pertanyaanmu
0 komentar:
Posting Komentar